Ini kasus menarik dalam persidangan di Pengadilan Pajak yang bisa dijadikan pembelajaran buat Wajib Pajak dan fiskus. Kasus gugatan yang ditangani tim kami. Saya utarakan fakta-faktanya sebagai berikut:
- Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) untuk tahun pajak 2007.
- Dari hasil pemeriksaan itu diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 9 Februari 2010.
- Wajib Pajak tidak keberatan untuk membayar pokok pajak dalam SKPKB tersebut namun keberatan membayar sanksi administrasinya dengan alasan kondisi keuangan.
- Oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ke KPP pada tanggal 15 April 2010.
- Permohonan itu diteruskan KPP untuk diproses oleh Kanwil DJP. Kemudian Kanwil DJP mengeluarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak tersebut pada tanggal 27 Oktober 2010.
- Wajib Pajak tidak terima atas penolakan tersebut kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan alasan:
- Sesuai dengan Pasal 36 ayat (1c) Undang-undang (UU) KUP No.28 Tahun 2007 disebutkan bahwa “Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.”
- Sesuai dengan Pasal 36 ayat 2 UU yang sama disebutkan bila jangka waktu 6 bulan itu terlewati dan Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan maka permohonan pengurangan sanksi dianggap dikabulkan.
- Sesuai Pasal 36 ayat 2 UU yang sama disebutkan bahwa ketentuan pelaksanaan permohonan pengurangan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Peraturan yang terkait itu adalah PMK Nomor 21/PMK.03/2008.
- Pada Pasal 11 PMK tersebut disebutkan bahwa pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak tidak dinyatakan berlaku kecuali permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sebelum 01 Januari 2008.
- Maka menurut Wajib Pajak sebagai Penggugat seharusnya atas permohonan pengurangan sanksi administrasi itu dianggap dikabulkan karena Direktur Jenderal Pajak tidak mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 6 bulan.
Dari fakta-fakta dan argumentasi di atas maka tim kami berpendapat bahwa terdapat perbedaan pemahaman UU dan peraturan perpajakan lainnya dalam sengketa ini. Wajib Pajak (Penggugat) menggunakan UU KUP baru yaitu UU No. 28 Tahun 2007 sedangkan tim kami (Tergugat) menggunakan UU KUP lama yaitu UU No.16 Tahun 2000 sebagai dasar penyelesaian proses permohonan pengurangan sanksi administrasi.
Mengapa demikian?
Karena yang harus dilihat pertama kali adalah sengketa ini terjadi untuk tahun pajak berapa. SKPKB dikeluarkan untuk tahun pajak 2007 walaupun SKPKB tersebut diterbitkannya di tahun 2010. Kalau demikian maka sudah jelas UU KUP baru pun sudah mengisyaratkan bahwa terhadap hak dan kewajiban perpajakan tahun pajak 2001 sampai dengan 2007 yang belum diselesaikan diberlakukan UU lama . Ini ditegaskan dalam Pasal II ayat (1) UU KUP baru.
Jika UU lama yang diberlakukan maka dalam UU KUP lama tidak disebutkan masalah batas waktu penyelesaian permohonan. Karena pencantuman batas waktu penyelesaian permohonan hanya ada di UU KUP baru yakni selama 6 bulan. Di UU KUP lama tidak ada.
Namun tidak berarti tidak diatur. Pasal 36 ayat 2 UU KUP lama menyebutkan bahwa tata cara pengurangan diatur dengan menggunakan Keputusan Menteri Keuangan. Keputusan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Keuangan nomor 542/KMK.04/2000.
Dalam Pasal 3 keputusan itu disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan paling lama 12 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Sehingga dengan demikian jatuh tempo penyelesaian permohonan pengurangan dalam sengketa ini paling lambat tanggal 14 April 2011.
Nah, Wajib Pajak malah tidak mengakui KMK Nomor 542/KMK.04/2000 karena KMK ini telah dihapus dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 tepatnya pada Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut:
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum 1 Januari 2008.
Menurut Wajib Pajak bahwa berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 hanya untuk permohonan pengurangan yang masuk sebelum tanggal 1 Januari 2008. Sedangkan kami berargumen bahwa titik berat tanggal 1 Januari 2008 itu bukan pada permohonan yang masuk tetapi pada masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sebelum 1 Januari 2008. Jadi karena untuk kasus ini tahun pajaknya adalah tahun pajak 2007 maka KMK 542/KMK.04/2000 masih tetap berlaku.
Dengan argumen yang dikemukakan kami, Wajib Pajak mengalihkan argumennya pada Pasal 36 Peraturan Pemerintah No.80 Tahun 2007 yang merupakan petunjuk pelaksanaan UU KUP Baru bahwa permohonan pengurangan ini termasuk salah satu dari 8 item yang diberlakukan UU KUP Baru. Ternyata setelah dicek satu persatu permohonan pengurangan sanksi administrasi tidak termasuk di dalamnya sehingga masih menggunakan UU KUP Lama.
Dari semua itu kami harapkan gugatan Wajib Pajak tidak dapat diterima atau ditolak oleh Pengadilan Pajak.
***
Riza Almanfaluthi
21.02 06 Mei 2011
No comments:
Post a Comment