11 February 2013

SANDERA DISKRIMINASI TIONGHOA


Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. 
Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, 
saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. 
Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. 
Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan 
sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan. 

Pasca reformasi, “klaim” diskriminasi tampaknya masih propaganda utama dari suku bangsa Tionghoa di Indonesia. Hal itu tampak pada puncak peringatan Cap Go Meh 2012 yang baru-baru ini ditayangkan di salah satu tv swasta dan dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, dan deretan pejabat pemerintahan lainnya.

Kita harus menggarisbawahi soal “klaim” sepihak dari suku bangsa Tionghoa ini. Apalagi saat Abdurrahman Wahid menjadi Presiden pada 1999 lalu, dia telah menandatangani Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat-istiadat Cina. 

14 January 2013

Proses Permohonan Pengurangan Sanksi Administrasi yang lewat Waktu


Ini kasus menarik dalam persidangan di Pengadilan Pajak yang bisa dijadikan pembelajaran buat Wajib Pajak dan fiskus. Kasus gugatan yang ditangani tim kami. Saya utarakan fakta-faktanya sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) untuk tahun pajak 2007.
  2. Dari hasil pemeriksaan itu diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 9 Februari 2010.
  3. Wajib Pajak tidak keberatan untuk membayar pokok pajak dalam SKPKB tersebut namun keberatan membayar sanksi administrasinya dengan alasan kondisi keuangan.
  4. Oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ke KPP pada tanggal 15 April 2010.
  5. Permohonan itu diteruskan KPP untuk diproses oleh Kanwil DJP. Kemudian Kanwil DJP mengeluarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang isinya menolak permohonan Wajib Pajak tersebut pada tanggal 27 Oktober 2010.
  6. Wajib Pajak tidak terima atas penolakan tersebut kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan alasan:

27 December 2012

Mengenal Tanda Lahir pada Bayi


Berbahayakah 'Tanda Lahir' pada Bayi?



Bunda pernah melihat tanda atau bercak merah pada kulit bayi yang lebih dikenal dengan tanda lahir? Apakah benar itu hanya tanda lahir atau kelainan?

Tanda merah itu sebenarnya adalah hemangioma atau tumor pembuluh darah. Hemangioma ini dapat muncul di setiap tempat pada permukaan tubuh seperti kepala, leher, muka, kaki atau dada setelah lahir atau beberapa minggu setelah kelahiran.
Secara pasti belum ada penelitian yang membuktikan penyebab munculnya hemangioma. Yang jelas hemangioma terjadi karena kumpulan pembuluh darah yang tidak tumbuh normal.

Beberapa informasi menuliskan hemangioma lebih sering muncul pada bayi perempuan (3:1), lebih sering tampak pada anak kembar dan biasanya ras Kaukasia lebih sering terkena hemangioma daripada ras Asia atau Afrika.

Gejala

Untuk memastikan apakah seorang bayi mengalami hemangioma, perhatikan gejala seperti :

  • Awalnya seperti tanda merah biasa namun pertumbuhannya semakin cepat pada usia 6-12 bulan
  • Pertumbuhan ini akan melambat di usia 1-7 tahun, menciut atau bahkan hilang sama sekali sekitar usia 13 tahun
  • Terkadang hemangioma terasa timbul dan bertekstur (disebut hemangioma stroberi karena berwarna merah layaknya buah stroberi.)

Hemangioma yang tidak terlalu parah dapat memudar bahkan hilang bersamaan dengan bertambahnya usia. Tetapi ada juga yang tidak berkurang bahkan bertambah besar, gelap dan tebal. Hemangioma yang terlalu besar dapat dikurangi dengan sinar laser, pemberian suntikan steroid dan obat minum dari golongan steroid. Pemberian suntikan tidak dilakukan sekali atau dua kali, tetapi beberapa kali tergantung besarnya benjolan. Misalnya hemangioma dengan diameter 3-4 cm bisa disuntikkan 10-20 kali. Bisa juga dilakukan pembedahan bila dirasa perlu.

Berbahayakah?

26 October 2012

Ustadz Abu Sangkan


Getaran Khusyu’ yang Menyejukkan

Kehidupan masa kecil Abu Sangkan, ternyata penuh dengan guliran air mata. Baru berumur 15 hari sebagai orok, sudah ditinggal wafat oleh ayahandanya. Lalu dirinya diasuh oleh kakeknya Abdul Wahid, yang lebih dikenal sebagai pendekar sekaligus tokoh agama yang cukup disegani masyarakat di Banyuwangi. Lingkungan keluarga yang religius ini, memang sudah turun temurun sejak eyang buyutnya Mbah Mas Mohammad Shaleh – sang pendiri Masjid Jami’ Baiturraman Banyuwangi Kota.
Bahkan eyangnya Kyai Mas Sulaiman memiliki sebuah pesantren, yang kental dengan tradisi salafiyah syafi’iyah. Kelak pemikiran model salafiyah inilah, yang banyak mempengaruhi sikap hidupnya. “Sewaktu kecil, saya dilarang oleh kakek untuk bersiul, adu jago dan nonton tari janger. Bahkan kalau bunyi gamelannya terdengar sampai ke rumah, telinga saya langsung disumpel kapas,” tuturnya mengenang masa silam kanaknya. “Kalau sampai mendengar bunyi-bunyian itu, kata nenek nanti di akhirat kuping saya akan dicor dengan besi panas. Mendengar itu saya langsung tidur,” tambahnya sambil tertawa lirih.
Sayangnya, keceriaan masa balita itupun keburu lenyap dari kehidupannya. Sewaktu dirinya masuk ke SD Al-Irsyad, kakeknya pulang ke rahmatullah. Kesepian pun tiba-tiba saja bergelayut di pelupuk matanya; hidup serasa tak punya siapa-siapa lagi. Karena selama ini sentuhan kasih sayang yang paling dirasakannya, adalah dari kakek tercintanya. “Beliau adalah idola saya. Cita-cita saya waktu itu adalah ingin seperti kakek. Oleh karenanya saya sering disuwuk, agar kalau besar nanti bisa jadi pendekar dan kyai seperti kakek,” ungkapnya bernada pedih. “Keempat saudara saya juga meninggal semua sewaktu masih kecil-kecil, sehingga saya menjadi anak tunggal,” tambahnya.

23 August 2012

PETUALANGAN PANJANG ARI LASSO

SI BADUNG INGIN JADI ANAK BAND

Ketika kecil, ia dikenal sebagai anak badung, pintar, dan tergila-gila pada sepak bola. Meski hanya bisa main gitar sekadarnya, ternyata dia diam-diam menyimpan obsesi jadi anak band.

Awal Juni lalu, matahari masih membakar bumi ketika telepon genggam pria itu berbunyi. Meski sangat capai setelah dua hari berturut-turut naik panggung di wilayah Jabodetabek sampai tengah malam, ia tetap bergegas berangkat dari rumahnya di Kawasan Bintaro, Tangerang, menuju Ancol, Jakarta Utara. Malam itu ia akan tampil bersama band Naif dan Element. 

Setiba di Taman Impian Jaya Ancol, pria berambut gondrong itu langsung menuju ke sebuah panggung megah setengah jadi yang dipenuhi seperangkat alat musik bervoltase ribuan watt. Ia membaur dengan kru dan teknisi band-nya yang tengah sibuk menyetel dan mengoreksi sound system. Di tengah hiruk pikuk yang memekakkan telinga, ia berusaha memasang telinga baik-baik. Setiap kali mendengar nada-nada yang kurang pas, ia langsung meminta krunya membetulkan atau menyetel kembali. Baru satu jam kemudian ia merasa puas.

Begitulah gambaran jadwal dan kegiatan Ari Lasso belakangan ini. Minggu berikutnya, ia harus terbang ke Kalimantan untuk tampil di beberapa tempat di Samarinda dan Balikpapan. Sepulang dari situ, ia langsung ke Surabaya untuk mengadakan serangkaian show. Hari-hari yang sangat melelahkan, tapi sekaligus membahagiakannya.

Menengok ke belakang, setidaknya hingga tujuh tahun lalu, kesibukan dan kebahagiaan semacam itu rasanya mustahil dirasakan ayah tiga anak ini. Selain dicopot sebagai vokalis utama Dewa 19, band yang membesarkan namanya, ia pun terpuruk dalam kegelapan yang pekat. Terjerat putaw dengan parah --bahkan ia pernah berusaha ‘mencari mati’ dengan menggunakannya secara over dosis-- dan jatuh miskin karena semua uangnya ludes untuk membeli barang-barang haram itu. Kedua orang tuanya sudah angkat tangan meng­hadapi kelakuan anak bungsu mereka itu.