Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa.
Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok,
saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.
Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.
Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan
sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.
Pasca reformasi, “klaim” diskriminasi tampaknya masih propaganda utama dari suku bangsa Tionghoa di Indonesia. Hal itu tampak pada puncak peringatan Cap Go Meh 2012 yang baru-baru ini ditayangkan di salah satu tv swasta dan dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, dan deretan pejabat pemerintahan lainnya.
Kita harus menggarisbawahi soal “klaim” sepihak dari suku bangsa Tionghoa ini. Apalagi saat Abdurrahman Wahid menjadi Presiden pada 1999 lalu, dia telah menandatangani Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat-istiadat Cina.